Perjalanan Menuju Sekolah Unggul FMOB

A. Latar Belakang Masalah

Regrouping sekolah, atau istilah lainnya merger, merupakan upaya menggabungkan dua sekolah atau lebih menjadi satu sekolah dengan kepemimpinan seorang kepala sekolah. Semua aset dari beberapa sekolah dilebur menjadi satu kepemilikan sekolah baru, baik sarana prasarana, siswa, maupun pendidik dan tenaga kependidikan (PTK).

Di satu sisi, regrouping ini memberikan angin segar, memberikan sesuatu yang sifatnya positif. Paling tidak, sekolah hasil regrouping ini memiliki sumber daya yang lebih besar. Ini adalah potensi yang hebat bagi pengembangan sekolah selanjutnya.

Harapannya, di bawah kepemimpinan seorang kepala sekolah, sumber daya yang ada tersebut dapat dikelola dengan lebih baik dan benar-benar menjadi kekuatan baru bagi kemajuan sekolah bersangkutan. Dengan kata lain, manajemen lebih efektif dan efisien sehingga memberikan dampak positif bagi kemajuan sekolah ke depan.

Namun, disamping hal-hal positif yang diberikan oleh program regrouping sebagaimana disebutkan di atas, regrouping ternyata memunculkan persolan baru.

Dua sekolah atau lebih, yang berlatar belakang berbeda, dengan sarana prasarana berbeda, dengan tujuan berbeda di bawah kepemimpinan kepala sekolah yang berbeda, yang dulunya bersaing dalam bekerja untuk mendapatkan simpati masyarakat pengguna jasa mereka, harus melebur menjadi satu dengan kepemimpinan seorang kepala sekolah yang baru.

Bagi kepala sekolah sendiri, penempatan di sekolah baru hasil regrouping ini sudah memunculkan masalah baru. Apabila kepala sekolah tersebut benar-benar baru di sekolah hasil regrouping (berasal dari sekolah lain), maka persoalan yang muncul pertama kali adalah bagaimana kepala sekolah itu beradaptasi di sekolah baru.

Selanjutnya kepala sekolah tersebut harus membangun visi bersama dengan seluruh komponen sistem sekolah, dengan latar belakang yang berbeda karena berasal dari sekolah yang berbeda. Hal ini bukan persoalan mudah untuk dijawab.

Selanjutnya, apabila kepala sekolah berasal dari salah satu sekolah yang digabung, maka persoalannya adalah bagaimana dia bertindak profesional, berdiri di atas semua komponen sistem dan mengajak mereka yang berasal dari lingkungan berbeda tersebut berjuang bersama-sama mewujudkan visi yang telah disepakati. Hal ini juga bukan persoalan yang mudah dijawab oleh kepala sekolah.

Bagi guru, yang umumnya lebih suka berada pada zona nyaman, harus berubah menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja baru, yang mungkin menjadi tidak aman. Kebiasaan yang dilakukan di sekolah lama yang tidak sesuai dengan kebijakan kepala sekolah baru harus ditinggalkan, diganti dengan kebiasaan baru sesuai dengan kebijakan kepala sekolahnya.

Bagi guru-guru yang masih bersama kepala sekolahya yang lama, mungkin masalah penyesuaian diri ini tidak terlalu besar. Tetapi bagi guru-guru yang benar-benar baru dengan kepala sekolah hasil regrouping tersebut, penyesuaian diri menjadi lebih sulit.

Siswa dan komponen sekolah yang lain pun sama, mengalami permasalahan penyesuaian diri, dari yang semula bersaing harus bersanding, dari kebiasaan yang berbeda harus menjadi seirama, dan seterusnya.

SD Negeri Karangtowo adalah salah satu sekolah dasar (SD) yang mengalami program regrouping tersebut.

Sejumlah 29 SD di Kabupaten Demak mengalami program regrouping menjadi 14 SD baru pada Januari 2011. Salah satu SD baru tersebut adalah SD Negeri Karangtowo, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Demak.

SD Negeri Karangtowo merupakan gabungan dari SD Negeri Karangtowo 1 dan SD Negeri Karangtowo 2. Sebagai sekolah baru, SD Negeri Karangtowo juga menghadapi masalah seperti diuraikan di atas, mulai dari guru-gurunya, siswanya, sarana prasarana, maupun unsur-unsur yang lain.

Kemampuan guru dan sikap mental mereka dalam bekerja juga tidak sama. Loyalitas, tanggung jawab, kejujuran, kedisiplinan, keberanian, dan etos kerja antara guru-guru eks SD Karangtowo 1 dengan guru-guru eks SD Karangtowo 2 juga berbeda. Apalagi kedua sekolah tersebut sebelumnya memang dianggap “bersaing” dalam perolehan murid baru.

SD Negeri Karangtowo 1 merupakan SD Inti dengan jumlah siswa 248 untuk enam rombongan belajar, jumlah guru kelas (PNS) sebanyak lima orang, satu orang guru Pendais (PNS) dan satu guru Penjorkes (PNS). Jumlah guru wiyata dua orang, tidak memiliki penjaga sekolah.

SD Negeri Karangtowo 2 memiliki siswa sejumlah 110 orang untuk enam kelas, dengan guru kelas (PNS) sejumlah lima orang, satu guru Pendais (PNS) dan guru wiyata sebanyak tujuh orang, satu penjaga sekolah (PNS).

Perbedaan sumber dana dan sumber daya, ditambah kebiasaan-kebiasaan di sekolah lama menuntut kepala sekolah baru di SD Negeri Karangtowo untuk berpikir keras, bagaimana mengatasi kesenjangan dan menjadikan semuanya potensi yang berdaya guna demi kemajuan sekolah.

Beberapa kebijakan sudah dilakukan, di antaranya: penggabungan siswa, pemanfaatan fasilitas sekolah, penempatan ruang kantor baru untuk guru, pembuatan aturan-aturan baru, pembinaan dan penempatan guru kelas termasuk guru mata pelajaran dan guru wiyata. Harapannya, SD Negeri Karangtowo sebagai SD Inti tetap menjadi SD Model bagi SD-SD lain khususnya SD Imbas, memiliki karakter dan kekhasan tersendiri, serta memiliki daya saing tinggi yang dibuktikan dengan hasil Ujian Nasional dan hasil-hasil lomba, minimal di tingkat kecamatan.

Namun hasilnya justru tidak menggembirakan. Berdasarkan evaluasi akhir tahun pelajaran 2011/2012, hasil lomba siswa selama satu tahun pelajaran hanya menghasilkan satu orang juara, yakni Juara 1 Lomba TIK. Lomba-lomba yang lain seperti Lomba Cerdas Cermat (LCC), Olimpiade MIPA (matematika dan IPA), Popda dan Seni, Lomba MAPSI (Mata Pelajaran Agama Islam dan Seni Islami), Siswa Berprestasi, dan Pramuka SD Negeri Karangtowo tidak mendapatkan apa-apa.

Setelah dilakukan refleksi bersama ditemukan hal-hal berikut: penempatan guru kelas kurang tepat, guru kurang bersungguh-sungguh dalam membina siswa, kemampuan guru tidak merata, ada sebagian guru yang tidak disiplin, kurang bertanggung jawab dengan tugas yang diemban, sebagian guru merasa rendah diri dan merasa tidak bisa apa-apa, loyalitas guru terhadap sekolah sebagian kurang, guru masih berpikir untuk bersaing di dalam lingkungan sekolah, dukungan guru terhadap guru lain rendah, buku pelajaran masih banyak yang kurang, rasa percaya diri siswa juga kurang.

Berdasarkan hasil refleksi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masalah justru terletak pada SDM (sumber daya manusia) terutama terkait dengan sikap mental dan karakter guru dan siswa.

Oleh karena itu hal tersebut harus mendapatkan perhatian serius dari kepala sekolah, di samping pemenuhan sarana prasarana sekolah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan teknologi untuk memperkuat pembinaan karakter.

Selanjutnya, apabila karakter ini sudah terbentuk pada setiap warga sekolah, maka prestasi sekolah pun akan meningkat, dan dengan demikian daya saing pun akan meningkat. Dengan demikian harapan menjadi sekolah yang berkarakter dan berdaya saing akan terwujud.

Karena SD Karangtowo adalah SDSN (Sekolah Dasar Standar Nasional), dan satu-satunya di Kecamatan Karngtengah, maka targetnya ditingkatkan, bukan saja menjadi sekolah yang berkarakter dan berdaya saing, tetapi juga menjadi sekolah yang FMOB (first, most, only, best).

Menjadi sekolah FMOB maksudnya menjadi sekolah yang pertama melakukan, paling banyak melakukan, satu-satunya yang melakukan, dan terbaik dalam melakukan.

B. Permasalahan

Di atas telah disebutkan bahwa masalah utama terletak pada sikap mental dan karakter guru dan siswa. Daya saing akan meningkat jika karakter menjadi baik. Menjadi sekolah FMOB diduga dapat diwujudkan melalui pembinaan karakter dan peningkatan daya saing sekolah. Sementara itu pembinaan karakter dan daya saing sekolah akan dapat diperkuat dengan pemanfaatan teknologi.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dirumuskan sebagai berikut: “Apakah pemanfaatan teknologi dapat memperkuat karakter dan daya saing sekolah menuju sekolah FMOB?”

C. Strategi Pemecahan Masalah

1. Deskripsi Strategi Pemecahan Masalah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa teknologi berarti: (1) metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu pengetahuan terapan; (2) keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia (Depdiknas, 2005:1158).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teknologi adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk memudahkan pekerjaan sehingga tujuan dapat dicapai. Dalam konteks ini, teknologi dapat berarti cara atau metode atau strategi dan dapat pula berarti alat atau sarana. Jadi teknologi dapat berart benda dan nonbenda.

Dalam konteks pendidikan, yang dimaksud dengan teknologi pembelajaran (instructional technology) adalah “the theory and practice of design, development, utilization, management and evaluation of processes and resources for learning” dengan tujuan “to affect and to effect learning” yang berarti untuk mempengaruhi dan menghasilkan belajar (AECT, 1994:9-12).

Merujuk pada kedua sumber di atas, maka teknologi yang dimaksudkan dalam konteks ini dan akan digunakan dalam mengatasi permasalahan sebagaimana dikemukakan di atas adalah segala upaya yang dilakukan untuk memudahkan pekerjaan dan mencapai hasil optimal, yang meliputi strategi, peciptaan kondisi tertentu, termasuk penggunaan alat-alat khusus.

Berikut adalah teknologi yang akan digunakan:

  • Perbaikan struktur sekolah;
  • Penguatan kultur dan budaya sekolah, seperti: peraturan dan sanksi, budaya “Senyum, Sapa, Salam”, jabat tangan dengan guru dan teman, penyambutan siswa di gerbang sekolah, pemutaran ayat-ayat suci alquran dan lagu-lagu perjuangan, penghargaan pada prestasi, dukungan kepada yang membutuhkan, iklim sekolah, dan lain-lain;
  • Penyediaan sarana dan prasarana pendukung (nonelektronik), seperti: kelengkapan buku-buku pelajaran, pemasangan slogan-slogan dan kata-kata bijak terkait pembentukan karakter dan budaya antikorupsi;
  • Pemanfaatan teknologi informasi dan komputer, seperti: pemasangan jaringan internet dan WiFi, otomasi bel sekolah, otomasi perpustakaan sekolah, pembuatan SIM sekolah, pembuatan website sekolah sebagai sarana publikasi dan sumber belajar, pembuatan e-learning, pemanfaatan jejaring sosial untuk publikasi, penyediaan blog pemberdayaan dan profesionalisasi guru.

Adapun strategi pemecahan masalah dapat dideskripsikan sebagai berikut:

a. Perbaikan Struktur Sekolah

Struktur organisasi sekolah disempurnakan sehingga lebih efektif. Beberapa guru sesuai kompetensinya diberi tugas tambahan di samping tugas utama guru, yang ikut bersama kepala sekolah memimpin pengelolaan sekolah. Beberapa posisi dimaksud dikelompokan ke dalam jabatan Pembantu Pimpinan (PP) yang bertugas membantu kepala sekolah sesuai bidang.

Ada empat posisi PP yaitu: PP Kesiswaan, PP Kurikulum, PP Sarpras, dan PP Humas. Seorang wakil kepala sekolah diangkat untuk membantu kepala sekolah dalam hal koordinasikan.

Sekretaris dan Bendahara Sekolah juga disiapkan. Sekretaris dipercayakan kepada staf administrasi (TU), sedangkan bendahara berasal dari unsur guru.

Selain itu juga ada petugas layanan khusus, meliputi: petugas perpustakaan, UKS/Dokter Kecil, Laboratorium ditambah petugas khusus untuk penjaga, kebersihan, dan keamanan sekolah.

Masing-masing petugas dilengkapi dengan uraian tugas dan wewenang dalam melaksanakan tugas.

b. Penguatan Kultur dan Budaya Sekolah

Penguatan kultur dan budaya sekolah dilakukan dengan pembuatan Peraturan Akademik dan Budaya Sekolah yang berisi peraturan dan sanksi, pembiasaan untuk saling menegur ketika bertemu dengan budaya “Senyum, Sapa, Salam”, pembiasaan untuk berjabat tangan dengan guru dan sesama teman baik ketika bertemu di sekolah maupun ketika akan berpisah (pulang), penyambutan siswa di gerbang sekolah melalui guru piket, pemutaran ayat-ayat suci alquran dan lagu-lagu perjuangan di pagi hari sebelum masuk sekolah, pembacaan Asmaul Khusna dan Doa bersama di setiap kelas sebelum pelajaran dimulai, penghargaan pada prestasi melalui pemberian hadiah, pemasangan slogan, upload di web sekolah dan jejaring sosial “Facebook” sekolah, dukungan kepada yang membutuhkan dengan cara membantu dan memberikan semangat, peniapan iklim sekolah yang nyaman dan kondusif bagi pembentukan karakter dan peningkatan prestasi, dan lain-lain.

c. Penyediaan Sarana dan Prasarana Pendukung

Penyediaan sarana dan prasarana pendukung khususnya yang bukan elektronik (nonelektronik) dilakukan dengan cara melengkapi buku-buku pelajaran dengan rasio 1:1 untuk semua mata pelajaran, pemasangan slogan-slogan dan kata-kata bijak terkait pembentukan karakter dan budaya antikorupsi di depan kelas yang mudah dibaca, pembuatan gambar-gambar dari siswa yang berprestasi dipasang di tempat yang sering dikunjungi siswa, slogan gemar membaca, slogan kenjaga kebersihan, dan lain-lain.

d. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komputer (TIK)

Pemanfaatan teknologi informasi dan komputer (TIK), dilakukan untuk mempercepat dan memudahkan kerja yang biasanya dilakukan secara manual sehingga mengurangi tenaga, di samping juga memanfaatkan teknologi yang berkembang pesat saat ini.

Kegiatan dilakukan melalui pemasangan jaringan internet dan WiFi sehingga seluruh warga sekolah dapat mengakses informasi dari internet, pemasangan software bel otomatis sehingga bel sekolah dapat berbunyi sendiri sesuai waktu yang telah di-setting per pergantian jam pelajaran, pemasangan software otomasi perpustakaan sekolah sehingga pelayanan kepada siswa menjadi lebih cepat dan lebih mudah, pembuatan SIM sekolah yang memungkinkan pihak manajemen dan pihak yang membutuhkan dapat mengakses informasi tentang hal-hal yang terkait sekolah secara lebih mudah dan cepat, pembuatan website sekolah sebagai sarana publikasi dan sumber belajar dengan domain berekstensi .sch.id, yakni www.sdnkarangtowo.sch.id, pembuatan e-learning sebagai kelengkapan dan pendukung pembelajaran yang berisi materi pembelajaran dan tugas-tugas dari guru yang dapat diakses oleh siswa sesuai kelas, pemanfaatan jejaring sosial untuk keperluan publikasi di Facebook dengan menggunakan akun sekolah, penyediaan blog pemberdayaan dan profesionalisasi guru di www.gurusukses.com yang berisi materi-materi terkait dengan upaya menjadikan guru sukses, yakni guru yang profesional, bermartabat, dan sejahtera.

Selain itu SD Negeri Karangtowo juga membuka laman khusus di SIAP Sekolah dengan alamat http://20319213.siap-sekolah.com/.

2. Penjelasan Tahapan Operasional Pelaksanaan

Adapun tahapan operasional pelaksanaan strategi pemecahan masalah di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Perbaikan Struktur Sekolah

Perbaikan struktur sekolah merupakan hal mendasar yang dilakukan di awal tahun pelajaran. Hal ini penting terutama terkait dengan manajemen sekolah. Kepala sekolah sebagai seorang manajer harus mampu merencanakan, mengorganisasikan, melakukan tindakan sesuai rencana, dan melakukan kengawasan.

Fungsi manajemen adalah memastikan bahwa segala yang harus dikerjakan adalah dikerjakan oleh orang lain, bukan oleh manajer sendirian. Atas dasar pemikiran tersebut maka perlu ada pendelegasian tugas dan tanggung jawab di sekolah sehingga kepala sekolah tidak disibukkan oleh hal-hal yang mestinya dapat dikerjakan oleh guru atau staf. Dengan demikian kepala sekolah memiliki waktu yang lebih leluasa untuk menyusun rencana selanjutnya.

Dengan perbaikan struktur sekolah ini, tugas-tugas sebagaimana direncanakan dapat terlaksana dengan lebih baik karena ada orang-orang lain yang ikut bertanggung jawab. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa struktur sekolah dapat mempengaruhi kinerja siswa (Kelly Bedrad, 2004).

b. Penguatan Kultur dan Budaya Sekolah

Kultur dan budaya sekolah merupakan hal penting kedua setelah penyiapan struktur organisasi yang baik. Manusia bekerja terpengaruh oleh lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim dan kultur sekolah dapat mempengaruhi kinerja sekolah (Best Practice Briefs, 2004).

Dengan penguatan kultur dan budaya sekolah, yang berarti pembiasaan terhadap perilaku positif, maka pembentukan karakter guru dan siswa termasuk warga sekolah akan lebih efektif.

c. Penyediaan Sarana dan Prasarana Pendukung

Sarana dan prasarana merupakan pendukung pembelajaran dan pendidikan. Sarana dan prasarana yang kurang atau tidak memadai akan menghambat upaya pencapaian tujuan. Sebaliknya, sarana prasarana yang memadai akan lebih memudahkan upaya pencapaian hasil belajar, termasuk upaya penguatan karakter dan daya saing. Sarana yang memadai juga menjadikan warga sekolah bekerja lebih bersemangat, yang pada gilirannya akan membawa hasil yang lebih baik.

d. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komputer (TIK)

Teknologi Informasi dan Komputer (TIK) termasuk di dalamnya teknologi komunikasi sudah bukan barang mewah lagi. Sarana tersebut sudah menjadi kebutuhan. Sebagai sekolah yang memiliki harapan tinggi bagi kemajuan siswa yakni menjadi sekolah model atau sekolah yang pertama, terbanyak, satu-satunya, dan terbaik (FMOB) minimal di tingkat kecamatan, pemanfaatan teknologi sudah menjadi keharusan.

Pemasangan jaringan internet dan WiFi akan memudahkan seluruh warga sekolah mengakses informasi dari internet sehingga mereka selalu memperbarui informasinya. Pemasangan bel otomatis akan mengurangi tugas penjaga sekolah atau guru yang harus membunyikan bel setiap berganti pelajaran. Belum lagi kalau belnya rusak harus membeli lagi. Dengan software bel otomatis yang dipasang di komputer perpustakaan, tugas penjaga atau guru dalam membunyikan bel ditiadakan.

Pemasangan software otomasi perpustakaan sekolah memudahkan dan mempercepat pelayanan kepada siswa dalam meminjam atau mengembalikan buku-buku perpustakaan. Hal ini dapat meningkatkan gairah anak pergi ke perpustakaan dan memanfaatkan layanan perpustakaan.

Pembuatan SIM sekolah memungkinkan pihak manajemen dan pihak yang membutuhkan dapat mengakses informasi tentang hal-hal yang terkait sekolah secara lebih mudah dan cepat. Dengan demikian pengambilan keputusan terkait sekolah juga dapat dilakukan secara lebih cepat dan akurat.

Pembuatan website sekolah sebagai sarana publikasi dan sumber belajar dengan domain berekstensi .sch.id, yakni www.sdnkarangtowo.sch.id, pembuatan e-learning sebagai kelengkapan dan pendukung pembelajaran yang berisi materi pembelajaran dan tugas-tugas dari guru yang dapat diakses oleh siswa sesuai kelas. Kedua hal tersebut justru menambah kebanggan siswa terhadap sekolahnya, sekaligus menambah semangat mereka untuk berprestasi.

Pemanfaatan jejaring sosial untuk keperluan publikasi di Facebook dengan menggunakan akun sekolah dimaksudkan untuk lebih mengenalkan sekolah kepada publik termasuk kepada orang tua siswa yang membuka facebook.

Penyediaan blog pemberdayaan dan profesionalisasi guru di www.gurusukses.com yang berisi materi-materi terkait dengan upaya menjadikan guru sukses, yakni guru yang profesional, bermartabat, dan sejahtera dapat menginspirasi guru untuk bekerja lebih baik dan lebih bersemangat demi kemajuan siswanya.

Sementara itu, pembukaan laman khusus di SIAP Sekolah dengan alamat http://20319213.siap-sekolah.com/ dimaksudkan untuk memperkenalkan sekolah ke tingkat nasional karena laman tersebut dimilii oleh Telkom yang berskala nasional.